![]() |
MAJLIS DZIKIR DAN SHOLAWAT
RIJALUL
ANSOR
PIMPINAN
ANAK CABANG GP ANSOR
KECAMATAN
TEMPURAN
|
![]() |
![]() |
PENGUKUHAN
ASWAJA
Oleh Team
Rijalul Ansor
Edisi 01, 22 Nov 2018
السلام عليكم ورحمة لله
وبركته.
بِسْمِ للهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيْمِ. اَلْحَمْدللهِ الَّذِى اَمَدَّنَا بِالْهِدَايَةِ وَالْعِنَايَةْ.
وَاَرْشَدَنَا اِلَى الدِّيْنِ الْمُحَمَّدِيَّةْ. عَلَى الطَّرِيْقَةِ
النَّهْضِيَّةِ الْهَاشِمِيَّةْ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهْ. وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهْ.
اما بعده:
Puji syukur dan doa senantiasa kami
panjatkan kepada Alloh swt, semoga kita senantiasa mendapatkan rohmat dan ridlo
dalam setiap aktivitas kita. Sholawat beserta salam senanantiasa kami haturkan
kepada nabi Muchamad saw keluarga dan para sahabatnya.
Kelahiran Nahdlotul Ulama berkaitan erat
dengan perkembangan pemikiran dan politik dunia Islam. Pada tahun 1924, Syarif
Husain, Raja Hijaz (Makkah) yang berpaham sunniy ditakluk-kan oleh Abdul Aziz
bin Saud yang beraliran wahabiy (Muhamad bin Abdul Wahab). Ibnu saud
berkehendak melebarkan kekuasaannya keseluruh dunia Islam, dengan dalih
kejayaan Islam dan meneruskan ke-khilafahan Islam yang sempat terputus pasca
runtuhnya Daulah Utsmaniyyah di Turki, sehinnga dia berencana menggelar
Muktamar Khilafah di kota suci Makkah.
Kekuasaan Ibnu saud jelas dapat
mengganggu bahkan meruntuhkan paham Ahli Sunnah Wal Jama`ah (ASWAJA), hal
inilah yang menyadarkan serta membangkitkan KH Hasyim Asy`ari dan para Ulama
akan pentingnya sebuah organisasi dan pemikiran pembaharuan, lahirlah
organisasi Nahdlotul Ulama sebagai benteng penjaga paham Ahlu Sunah Wal
Jama`ah.
Wahabiyyah dan kelahirannya.
Wahabiyyah adalah sebuah golongan yang
dinisbatkan kepada Muhamad bin Abdul Wahab. Muhamad bin Abdul Wahab lahir pada
tahun 1111 H dan meninggal dunia pada tahun 1207 H. Dia seorang pelajar yang
banyak menimba ilmu di Makkah dan Madinah. Di Madinah dia menimba ilmu kepada
Syaikh Muhamad Sulaiman Alkurdi dan Syaikh Muhamad Hayat Alsindiy.
Guru-gurunya termasuk dua syaikh diatas
sudah mempunyai firasat akan kesesatan Muhamad bin Abdul Wahab, mereka berkata
: “Alloh swt akan mencelaka-kan hamba-hamba-Nya melalui Ibnu Abdul Wahab”.
Demikian pula dengan ayahnya (Abdul Wahab), beliau juga mempunyai firasat akan
kekufuran anaknya, hal yang sama dialami oleh saudaranya (Syaikh Sulaiman).
Sehingga dia (Syaikh Sulaiman) menulis sebuah kitab yang berisikan penolakan
terhadap bid`ah dan aqidah-aqidah sesat Muhamad bin Abdul Wahab.
Muhamad bin Abdul Wahab hobi membaca
cerita orang-orang yang mengaku menjadi nabi, seperti Musailamah Akadzab,
Sajaj, Aswad, Thulaichah Al Asadi dan lain sebagainya, akibatnya, terbesit niat
mengaku sebagai nabi, hanya saja dia tidak menyatakannya, dia menyebut Al Ansor
bagi pengikut yang dari daerahnya, dan Almuhajirin bagi pengikut yang dari luar
daerah.
Muhamad bin Abdul Wahab memerintahkan
kepada setiap orang yang telah menunaikan ibadah haji sebelum menjadi
pengikutnya, untuk mengulangi ibadah hajinya karena dia menganggap haji yang
pertama (sebelum menjadi pengikutnya) dilakukan dalam keadaan musyrik. Dia
berkata kepada orang-orang yang hendak menjadi pengikutnya : “ Bersaksi-lah
kepada dirimu sendri bahwa kamu telah kafir dan bersaksi-lah atas kedua orang
tuamu bahwa mereka berdua telah meninggal dunia dalam keadaan kafir serta
bersaksi-lah bahwa ulama-ulama pada masa lalu semuanya telah kafir”. Kalau
mereka mau bersaksi seperti itu maka diterima menjadi pengikutnya, dan apabila
menolak, mereka akan dibunuh.
Diantara perilaku Muhamad bin Abdul Wahab
adalah membenci sholawat nabi, melarang membaca sholawat pada malam Jum`at dan
atau mengeraskan bacaan sholawat diatas mimbar. Barang siapa melakukan hal-hal
yang dilarang ini maka dia tidak segan-segan menghukum dengan berat. Dia (pernah)
tega membunuh laki-laki buta yang tidak patuh kepada perintahnya, disebabkan
membaca sholawat setelah adzan. Perbuatan ini dilakukannya dengan dalih menjaga
ketauhidan. Dia juga melarang umat Islam berziarah ke makam nabi Muchamad saw,
membaca kitab dalail alkhoirot, maulid nabi dan membaca sholawat nabi setelah
adzan diatas menara. Dan dia meng-kufur-kan terhadap orang-orang yang
bertawasul kepada nabi, malaikat dan para wali. Dia berkata : ”Barang siapa
yang menyebut Maulana atau Sayyidina pada seseorang, maka ia telah kafir”.
Daftar Amaliyyah NU yang dianggap syirik
dan bid`ah
Orang-orang yang berpaham wahabiy membuat
daftar amaliyyah nahdliyyah yang dianggap syirik dan bid`ah. Adapun daftar
amaliyyahnya sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan
maulid nabi.
2. Membaca
tawasul dan tahlil kepada orang yang telah meninggal dunia.
3. Mengamalkan
wirid dan Yasin fadlilah.
4. Membuat
dan mempercayai isim atau azimat.
5. Membaca
usholli diawal sholat.
6. Membaca
basmalah diawal bacaan surat dalam sholat.
7. Membaca
doa qunut dalam sholat shubuh.
8. Melakukan
ziarah kubur.
9. Membakar
kemenyan, bukhur dan wangi-wangian lainnya.
10. Kelompok
Ahli Sunah Wal Jama`ah (nahdliyyin) mengikuti tarekat yang dibawa oleh imam Al
Ghozali dan Syaikh Abdul Qodir Aljilaniy yang sudah sangat terkenal sebagai
penganut jahiliyyah dan kemusyrikan.
Tuduhan-tuduhan yang semacam ini, tentu
akan mengundang polemik berkepanjangan dan merusak ukhuwah islamiyyah. Dan
dengan tuduhan ini sungguh mereka telah menempatkan ke-imanannya pada posisi
yang sangat berbahaya.
Nabi Muhamad saw bersabda :
اِذَا كَفَّرَ الرَّجُلُ اَخَاهُ فَقَدْ
بَاءَ بِهَا اَحَدُهُماَ اِنْ كَانَ كَماَ قاَلَ وَاِلَّا رَجَعَتْ اِلَيْه
Artinya : Ketika seorang laki-laki
mengkafirkan saudaranya maka salah satunya akan kembali dengan kekafirannya,
jika keadaannya memang demikian. Apabila keadaannya tidak demikian (saudaranya
tidak kafir) maka kekafiran itu akan kembali kepada orang yang menuduh. HR
Muslim.
Orang-orang wahabiy dalam menyikapi
beberapa aktivitas keagamaan warga nahdliyyin biasanya dilator belakangi
pemahaman mereka tentang bid`ah. Dalam pandangan mereka aktivitas keagamaan
warga nahdliyin (sebagaimana tuduhan diatas) merupakan perbuatan bid’ah yang
tidak pernah ditemukan dasar haditsnya, dan setiap bid`ah adalah sesat, setiap
kesesatan akan berahir dineraka. Oleh karena itu mereka mengharamkan aktivitas
keagamaan warga nahdliyyin dengan dasar hadits yang diriwayatkan dari Abdulloh
bin Mas`ud.
اَلَا وَاِيَّاكُمْ وَمُحَدَّثَاتِ اْلُامُوْرِ فَاِنَّ شَرَّ
اْلُامُوْرِ مُحَدَّثَاتُهَا وَكُلُّ مُحَدَّثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ
ضَلَالَةٌ
Artinya : Ingatlah, jauhilah hal-hal yang baru, sesungguhnya
seburuk-buruknya perkara adalah hal yang baru, setiap perkara yang baru adalah
bid`ah, setiap bid`ah adalah sesat. HR Ibnu Majah.
Untuk mendapatkan pemahaman yang benar
dari hadits diatas, kita tidak boleh memahami secara tekstual, namun kita
membutuhkan perangakat ilmu, seperti tata bahasa arab yang mencakup nahwu,
shorof dan balaghoh, kita juga membutuhkan ilmu logika (mantiqiy) agar
kesimpulan yang dihasilkan dari sebuah penalaran menjadi kesimpulan yang benar.
Dalam ilmu balaghoh, kata kullu dalam hadits sangat munkin menggunakan kata
ba`dlu. Kata tersebut merupakan salah satu dari bentuk majaz mursal,
sebagaimana penyebutan kata umum dengan menghendaki makna yang husus. Seperti
contoh ayat Alqur`an :
وَجَعَلْنَامِنَ
الْمَاءِ كُلَّ شَئٍ حَيٍّ
Artinya : Dan kami jadikan segala sesuatu
yang hidup dari air. QS Al Anbiya 30.
Ayat tersebut menggunakan redaksi yang
umum (segala sesuatu) akan tetapi pada kenyataannya tidak semua mahluk hidup
tercipta dari air.
Demikian pula hadits yang menjelaskan
tentang bid`ah, hadits tersebut menggunakan redaksi umum (setiap bid`ah adalah
sesat) akan tetapi yang dikehendaki adalah makna husus, artinya tidak semua
perilaku bid`ah itu sesat, melainkan ada yang wajib, sunah, mubah, makruh.
Sedang bid`ah yang sesat ialah bid`ah yang bertentangan dengan Alqur`an, hadits
dan ijma`.
Jika orang-orang yang berpaham wahabiy
mengklaim bahwa semua bid`ah adalah sesat, berarti secara tidak langsung mereka
menuduh para sahabat yang pernah melakukan inovasi sebagai orang yang sesat.
Padahal diantara para sahabat-sahabat nabi
telah ada yang melakukan perubahan besar, misal sahabat Umar bin Khotob,
beliau adalah sahabat yang pertama melakukan sholat tarawih berjama`ah dan
beliau berkata :
نِعْمَتِ
الْبِدْعَةُ هَذِهِ
“Sebaik-baiknya perbuatan bid`ah
adalah ini (sholat tarawih secara berjama`ah).”
Dan sahabat Utsman bin Affan melakukan
perubahan dengan menambah jumlah adzan pada sholat jum`at.
عَنْ سَائِبٍ قَالَ,
سَمِعْتُ السَائِبَ بنَ يَزِيْدٍ يَقُوْلُ إِنَّ الأَذَانَ يَوْمَ الجُمْعَةِ
كَانَ أَوَّلُهُ حِيْنَ يَجْلِسُ الإِمَامُ يَوْمَ الجُمْعَةِ عَلَى المِنْبَرِ
فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِيْ بَكْرٍ
وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا فَلَمَّا كَانَ فِيْ خِلاَفَةِ عُثْمَانَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ وَكَثَرُوْا أَمَرَ عُثْمَانُ يَوْمَ الجُمْعَةِ بِالأَذَانِ
الثَّالِثِ فَأَذَانَ بِهِ عَلَى الزَّوْرَاءِ فَثَبَتَ الأَمْرُ عَلَى ذَالِكَ
Dari Sa'ib ia berkata, "Saya
mendengar dari Sa'ib bin Yazid, beliau berkata, “Sesungguhnya adzan di hari
jumat pada asalnya ketika masa Rasulullah SAW, Abu Bakar RA dan Umar RA
dilakukan ketika imam duduk di atas mimbar. Namun ketika masa Khalifah Utsman RA
dan kaum muslimin sudah banyak, maka beliau memerintahkan agar diadakan adzan
yang ketiga. Adzan tersebut dikumandangkan di atas Zaura' (nama pasar). Maka
tetaplah hal tersebut (sampai sekarang)".
Yang dimaksud dengan adzan yang ketiga
adalah adzan yang dilakukan sebelum khatib naik ke mimbar. Sementara adzan
pertama adalah adzan setelah khathib naik ke mimbar dan adzan kedua adalah
iqamah. Dari sinilah, Syaikh Zainuddin al-Malibari, pengarang kitab Fath
al-Mu'in, mengatakan bahwa sunnah mengumandangkan adzan dua kali. Pertama
sebelum khatib naik ke mimbar dan yang kedua dilakukan setelah khatib naik di
atas mimbar :
وَيُسَنُّ أَذَانَانِ
لِصُبْحٍ وَاحِدٍ قَبْلَ الفَجْرِ وَآخرِ بَعْدَهُ فَإِن اقَتَصَرَ فَالأَوْلَى
بَعْدَهُ, وَأَذَانَانِ لِلْجُمْعَةِ أَحَدُهُمَا بَعْدَ صُعُوْدِ الخَطِيْبِ
المِنْبَرَ وَالأَخَرُ الَّذِيْ قَبْلَهُ
"Disunnahkan adzan dua kali untuk
shalat Shubuh, yakni sebelum fajar dan setelahnya. Jika hanya mengumandangkan
satu kali, maka yang utama dilakukan setelah fajar. Dan sunnah dua adzan untuk
shalat Jumat. Salah satunya setelah khatib naik ke mimbar dan yang lain
sebelumnya". (Fath al-Mu'in: 15)
Meskipun adzan tersebut tidak pernah
dilakukan pada zaman Rasulullah SAW, ternyata ijtihad Sayyidina Utsman RA.
tersebut tidak diingkari (dibantah) oleh para sahabat Nabi SAW yang lain.
Itulah yang disebut dengan “ijma sukuti”, yakni satu kesepakatan para sahabat
Nabi SAW terhadap hukum suatu kasus dengan cara tidak mengingkarinya. Diam
berarti setuju pada keputusan hukumnya. Dalam kitab Al-Mawahib al-Ladunniyyah
disebutkan :
ثُمَّ إِنَّ فِعْلَ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ
إِجْمَاعاً سُكُوْتِياً لأِنَّهُمْ لاَ يُنْكِرُوْنَهُ عَلَيْهِ
"Sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Sayyidina
Ustman ra. itu merupakan ijma' sukuti (kesepakatan tidak langsung) karena para
sahabat yang lain tidak menentang kebijakan tersebut”.
Apakah tindakan sahabat Umar bin Khotob
dan Utsman bin Affan, tidak merubah sunah rosul?.
Tentu tindakan beliau merubah sunah
rosululloh, karena kita mengikuti sahabat Umar bin Khotob dan Sahabat Utsman
bin Affan, juga mengikuti rosululloh.
فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ
وَسُنَّةِ الخُلَفَآءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ
"Maka hendaklah kamu berpegang teguh
kepada sunnahku dan sunnah al-Khulafa' al-Rasyidun sesudah aku ".
Demikian yang dapat kami sampaikan,
semoga dapat bermanfaat. Apabila menemukan hal-hal yang salah atau tidak
berkenan dihati dalam penyamapaian, silahkan tanyakan kepada para kyai yang
alim dibidangnya atau merujuk pada kitab aslinya. Banyak kesalahan dan
kekurangan kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
والسلام
عليكم ورحمة الله وبركته
Sholawat
Syaikhuna Kholil Bangkalan.
اَللَهُمَ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ صَلَاةً تَجْعَلُنَا بِهَا مِنْ اَهْلِ الْعِلْمِ ظَاهِراً وَبَاطِنًا وَتَحْشُرُنَا
بِعِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ فِي دُنْيَنَا
وَاُخْرَانَا وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar